APLIKASI SISTEM RESIRKULASI PADA PENDEDERAN IKAN KAKAP PUTIH, Lates calcarifer KEPADATAN TINGGI

Gusti Ngurah Permana, Zeny Pujiastuti, Fakhrudin Fakhrudin, Ahmad Muzaki, Ketut Mahardika, Kukuh Adiyana

Abstract


 

Teknologi resirkulasi (Recirculating aquaculture system [RAS]) dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas benih ikan kakap putih. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan pada pendederan benih ikan kakap dengan sistem RAS. Penelitian ini menggunakan sistem RAS dengan 12 bak dengan volume 1,0 m3 yang terbagi dalam dua modul dengan masing-masing modul terdiri atas enam bak. Untuk perbandingan digunakan sistem sirkulasi yang mengadopsi teknologi yang ada di masyarakat menggunakan tiga bak beton dengan volume 1 m3. Benih ikan kakap putih yang dipergunakan memiliki panjang rata-rata: 2,87 cm ± 0,18 cm dan bobot rata-rata: 0,39 ± 0,07 g. Perlakuan menggunakan perbedaan kepadatan yaitu (A) 3.000 ekor/m3 (1,17 kg/m3); (B) 4.500 ekor/m3 (1,75 kg/m3); dan (C) sirkulasi 1.500 ekor/m3 (0,62 kg/m3). Parameter yang diamati meliputi: pertumbuhan, sintasan, kualitas air, dan pada akhir penelitian, sampel darah diambil untuk menentukan kesehatan ikan yang berhubungan dengan parameter haematokrit darah. Analisis data secara deskriptif dan uji t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran pada sistem RAS dan sirkulasi secara signifikan tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) pertumbuhan panjang dan bobot benih. Sintasan tertinggi diperoleh pada kelompok ikan kontrol, diikuti dengan kelompok ikan dengan kepadatan 3.000 ekor/m3 dan terendah pada kelompok ikan dengan kepadatan 4.,500/m3 ekor. Nilai hematokrit dalam darah lebih tinggi (P<0,05) ditunjukkan dari kelompok ikan dengan kepadatan yang lebih rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aplikasi sistem resirkulasi pada pendederan ikan kakap putih dapat dilakukan dengan penerapan kepadatan 3.000 ekor/m3 (31,04 kg/m3).

Recirculating aquaculture system (RAS) has been developed to increase the productivity of barramundi nursery. This study used 12 tanks with a volume of 1.0 m3 each. The tanks were grouped into two modules, each module consisted of six tanks. As a comparison, a circulation system adopted by the local community was used which consisted of three concrete tanks with a volume of 1 m3. Barramundi juveniles with an average length: 2.87 cm ± 0.18 cm and an average weight of 0.39 ± 0.07 g) were used in the experiment. The treatments were differences in stocking densities: 3,000 fish/m3 (1.17 kg/m3); 4,500 fish/m3 (1.75 kg/m3); and control 1,500 fish/m3 (0.62 kg/m3). Data collected included growth of survival and water quality variables (temperature, salinity, DO, pH, nitrite, NH3, total bacteria/vibrio) and blood hematocrit. The results of this study showed that fish densities (4,500; 3,000; and 1,500 fish/m3) did not affect fish growth. However, the survival rate was significantly different (P<0.05) among the treatments. The values of hematocrit were significantly (P<0.05) higher at the density of 46.56 kg/m3. These results suggest that the RAS application can sustain a nursery density of Barramundi up to 3,000 ind./m3 (31.04 kg/m3).



Keywords


kakap putih; pendederan; recirculating aquaculture system; sintasan; barramundi; nursery; survival; recirculating aquaculture systems

Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jra.14.3.2019.173-182


Lisensi Creative Commons
Jurnal Riset Akuakultur is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

View My Stats
p-ISSN 1907-6754
e-ISSN 2502-6534