OPTIMALISASI PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING
Sari
Sekitar tujuh puluh jenis Undang-Undang yang mengatur pertanggungjawaban korporasi di
Indonesia. Pertanggungjawaban korporasi tentang tindak pidana illegal fishing diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pada saat terbukti melakukan tindak pidana illegal
fishing, pertanggungjawaban justru lebih banyak ditanggung oleh nakhoda, Anak Buah Kapal (ABK), dan kru kapal lainnya. Tentu hal ini tidak menyelesaikan masalah, sebab tidak timbul efek
jera sebagaimana yang diharapkan. Beberapa kendala yang menyebabkan lemahnya pertanggungjawaban korporasi terhadap tindak pidana illegal fishing antara lain, (1) rumusan norma hukum yang ambigu, (2) lemahnya sistem koordinasi antarlembaga penegak hukum
(egosektoral), dan (3) masih lemahnya kemampuan mendeteksi bahwa tindak pidana illegal fishing dilakukan oleh perseorangan atau korporasi. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi dalam rangka memecahkan permasalah tersebut dengan cara antara lain (1) memperbaiki
rumusan norma (revisi) Undang-Undang Perikanan, (2) memperbaiki sistem koordinasi antarlembaga, antarnegara secara bilateral maupun regional, dan (3) melakukan pendekatan multirezim penegakan hukum sehingga keterlibatan korporasi sebagai aktor intelektual dari tindak
pidana illegal fishing dapat ditelusuri dengan tepat.
Indonesia. Pertanggungjawaban korporasi tentang tindak pidana illegal fishing diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pada saat terbukti melakukan tindak pidana illegal
fishing, pertanggungjawaban justru lebih banyak ditanggung oleh nakhoda, Anak Buah Kapal (ABK), dan kru kapal lainnya. Tentu hal ini tidak menyelesaikan masalah, sebab tidak timbul efek
jera sebagaimana yang diharapkan. Beberapa kendala yang menyebabkan lemahnya pertanggungjawaban korporasi terhadap tindak pidana illegal fishing antara lain, (1) rumusan norma hukum yang ambigu, (2) lemahnya sistem koordinasi antarlembaga penegak hukum
(egosektoral), dan (3) masih lemahnya kemampuan mendeteksi bahwa tindak pidana illegal fishing dilakukan oleh perseorangan atau korporasi. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi dalam rangka memecahkan permasalah tersebut dengan cara antara lain (1) memperbaiki
rumusan norma (revisi) Undang-Undang Perikanan, (2) memperbaiki sistem koordinasi antarlembaga, antarnegara secara bilateral maupun regional, dan (3) melakukan pendekatan multirezim penegakan hukum sehingga keterlibatan korporasi sebagai aktor intelektual dari tindak
pidana illegal fishing dapat ditelusuri dengan tepat.
Kata Kunci
pertanggungjawaban korporasi; illegal fishing; optimalisasi.
DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jp.v6i1.9706
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.
Copyright of Jurnal Pari (p-ISSN 2502-0730 , e-ISSN 2549-0133)
Sekretariat Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Index by