UNCLOS 1982: Implementasi Pengawasan Wilayah Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan


Cover Page

UNCLOS 1982 : IMPLEMENTASI PENGAWASAN WILAYAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Penulis : Sugiono Soepardi. Irandha CM. Siahaan, Rasdam, Jhon SM. Siregar

Editor : I Nyoman Suyasa

             Nur Azmi Ratna Setyawidati

 

Penata Isi :  Muhamad Ali Ulat, Aris Widagdo, Pieter Amalo                 

Desain Cover : Sugiono Soepardi

Halaman : xii+129 hal

 

Edisi/Cetakan : Cetakan pertama, 2024

Penerbit : AMAFRAD Press

Gedung Mina Bahari III Lantai 6

Jl. Medan Merdeka Timur No.16

10110 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3513300 Fax: 3513287

Email : amafradpress@gmail.com

Nomor IKAPI: 501/DKI/2015

SINOPSIS:

Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 yang dikenal dengan UNCLOS 1982 (United Nation Convention on The Law of the Sea). merupakan kesepakatan yang difasilitasi oleh PBB guna pengaturan atas laut di muka bumi ini. Dan UNCLOS 1982 ini sudah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 1985, dengan demikian semua ketentuan yang sudah disepakati dan tertuang dalam UNCLOS 1982 ini wajib di laksanakan di Indonesia dengan segala aspeknya. Adanya ketentuan yang mengikat terhadap semua produk hukum yang akan ditetapkan diterapkan oleh Indonesia sebagai Negara Kepulauan wajib mempertimbangkan bahkan mengacu dari ketentuan UNCLOS 1982 yang telah disepakati.

Didalam UNCLOS 1982 diatur tentang batas wilayah perairan antar negara, adanya organisasi internasional dan regional yang bertujuan untuk melindungi sumber daya laut dengan segala kandungan dan isinya agar terpelihara kesinambungannya, dengan demikian diperlukan kesepakatan regional yang diatur dengan organisasi yang lebih spesifik dalam kekhususan pengelolaan.  Beberapa organisasi regional tersebut antara lain RFMO, IOTC, CCSBT yang pada prinsipnya mengatur bahkan menetapkan kuota penangkapan ikan pada masing-masing negara yang menjadi anggota maupun bukan anggota pada regional yang bersangkutan. Semua pengaturan tersebut bertujuan guna terjaganya kesinambungan sumberdaya laut khususnya ikan dan sumberdaya lainnya.

Dalam implementasnya dikaitkan juga dengan langkah-langkan Monitoring, Controlling dan Surveilance yang lebih popular dikenal dengan MCS, yang merupakan tindak berjaga-jaga atau antisipastif dan tindak pengawasan serta penindakan terhadap kegiatan yang diindikasi akan merusak lingkungan dan sumber daya laut yang tersedia.  Bagi Indonesia,  Implementasi ketentuan UNCLOS 1982 dalam pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan belum dilakukan secara simultan dalam satu wadah sentral tetapi dilakukan oleh banyak Lembaga dengan dasar aturan dan perundang-undangan masing-masing Lembaga yang spesifik sesuai visi dan misi Lembaga, sedangkan Bakamla (Badan Keamanan Laut) sampai saat ini hanya bersifat koordinatif dari semua Lembaga pengawasan laut lainnya.

Di Indonesia, beberapa Lembaga yang memiliki armada yang berperan melakukan patroli dan pengawasan bahkan penindakan di ruang lingkup kerjanya, terdapat 17 (tujuh belas) peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan di bidang kelautan dengan 13 (tiga belas) kementerian/lembaga sebagai penegak hukum di laut. Dari 13 (tiga belas) lembaga tersebut 6 (enam) lembaga / kementerian sudah memiliki armada / kapal sebagai alat penegakan hukum dilaut dengan cara melaksanakan patroli di laut, antara lain TNI AL, POLRI / Direktorat Kepolisian Perairan dan udara, Kementerian Perhubungan / Dirjen Hubla, Kementerian Kelautan dan Perikanan /Dirjen PSDKP, Kementrian Keuangan / Dirjen Bea Cukai dan BAKAMLA (Badan Keamanan Laut).

Keberadaan inilah yang mengakibatkan   terjadinya tumpeng tindih dalam penegakan hukum di laut, dan kondisi demikian sulit untuk di sinergikan karena masing masing lembaga memiliki strategi / kebijakan yang terkait dengan peralatan/sarana prasarana dan SDM serta obyek pengawasan yang berbeda beda. Disamping itu ada Lembaga yang mensinegikan masyarakat yakni Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) yang dibina oleh Ditjen PSDKP KKP memberdayakan munculnya Desa Berbasis Pengawasan

Khusus Kementerian kelautan dan Perikanan melalui Ditjen PSDKP telah menginisiasi terbentuknya Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan  dibentuk melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP)  KP Nomor 18/MEN/2011  .  

Forum koordinasi  bertujuan memperlancar komunikasi serta  pertukaran  data, informasi, dan hal-hal lain yang diperlukan  berkaitan efektifitas dan efisiensi penanganan dan/atau penyelesaian tindak pidana di bidang perikanan secara terpadu. Hal ini dimaksudkan dalam rangka optimalisasi penanganan dan keberhasilan proses hukum perkara di bidang perikanan melalui wadah kerja sama antar aparat penegak hukum. Kerja sama antar aparat penegak hukum (penyidik, penuntut umum, dan hakim) memiliki peran penting dalam mecapai maksud dan tujuan tersebut   mengingat sistem peradilan yang berlaku di Indonesia yaitu Integrated Criminal Justice System.  

UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan UU No 31 Tahun 2004 tentang perikanan merupakan undang-undang yang bersifat Lex Specialis yang mengamanatkan pembentukan 10 (sepuluh) Pengadilan khusus Perikanan tersebar seluruh wilayah Indonesia (Belawan, Tanjung Pinang, Ranai, Pontianak, Jakarta, Bitung, Ambon, Tual, Sorong dan Merauke).  Namun demikian, kompleksitas kasus pidana perikanan justru mendorong peran dan sinergitas lembaga pengawas laut lainnya, mengingat dalam kasus IUU Fishing  terkandung beberapa masalah pidana lainnya.  

Download Buku